Merencanakan keuangan masa depan adalah hal yang sering kali ditunda hingga terlambat. Padahal, salah satu tantangan terbesar yang dihadapi setiap orang adalah bagaimana memenuhi biaya hidup di masa pensiun tanpa harus terus bekerja. Di sinilah konsep passive income atau penghasilan pasif menjadi solusi yang layak dipertimbangkan sejak dini.
Passive income adalah penghasilan yang diperoleh secara berkelanjutan tanpa harus aktif bekerja setiap hari. Artinya, seseorang bisa tetap mendapatkan uang meski tidak melakukan pekerjaan secara langsung. Jenis penghasilan ini bisa berasal dari berbagai sumber, seperti properti yang disewakan, dividen saham, reksa dana, royalti dari karya, hingga bisnis yang berjalan otomatis dengan sistem yang sudah dibangun sebelumnya.
Mengandalkan passive income sebagai penopang biaya hidup di masa pensiun bukan hanya wacana, melainkan strategi nyata yang bisa direncanakan sejak usia produktif. Sebab ketika seseorang memasuki usia pensiun, kemampuan untuk bekerja secara penuh tentu menurun. Sementara kebutuhan hidup tetap berjalan seperti biasa—biaya makan, listrik, kesehatan, hingga kebutuhan tak terduga lainnya.
Salah satu langkah awal yang bisa dilakukan adalah menghitung estimasi kebutuhan hidup di masa pensiun. Banyak pakar keuangan menyarankan agar seseorang memiliki dana pensiun setidaknya 70–80% dari pengeluaran bulanan saat masih aktif bekerja. Misalnya, jika pengeluaran bulanan saat ini adalah Rp10 juta, maka dibutuhkan sekitar Rp7–8 juta per bulan saat pensiun untuk menjaga gaya hidup tetap stabil. Dengan angka tersebut, kita bisa mulai merancang strategi passive income yang realistis untuk menutup kekurangan tersebut.
Menyiapkan sumber passive income tidak harus selalu dimulai dengan modal besar. Misalnya, seseorang bisa memulai dari membeli reksa dana pendapatan tetap yang rutin memberikan imbal hasil setiap bulan atau kuartal. Bagi yang memiliki modal lebih besar, berinvestasi di properti seperti rumah kontrakan atau apartemen untuk disewakan bisa menjadi sumber penghasilan pasif jangka panjang. Yang terpenting adalah memulai dari sekarang dan melakukannya secara konsisten.
Tidak kalah penting, kita juga perlu memilih jenis investasi atau sumber passive income yang sesuai dengan profil risiko dan kemampuan kita. Jangan tergiur imbal hasil tinggi jika tidak memahami produk tersebut secara menyeluruh. Prinsip kehati-hatian sangat penting agar tujuan pensiun tidak justru gagal karena keputusan finansial yang salah.
Selain berinvestasi, membangun aset digital seperti blog, kanal YouTube, atau menulis e-book juga bisa menjadi sumber passive income. Meski butuh waktu untuk membangun di awal, aset ini bisa terus menghasilkan bahkan saat kita sudah tidak lagi aktif mengelolanya. Keunggulan lainnya adalah fleksibilitas dan peluang pertumbuhan tanpa perlu modal besar.
Jika dilihat dari sudut pandang jangka panjang, memiliki passive income bukan hanya membantu memenuhi biaya hidup di masa pensiun, tetapi juga memberikan ketenangan batin. Seseorang tidak lagi khawatir soal uang saat pensiun, dan bisa menjalani masa tua dengan lebih fokus pada hal-hal yang disukai—berkebun, bepergian, atau menghabiskan waktu bersama keluarga.
Agar strategi ini berjalan dengan baik, penting juga untuk memiliki perencanaan yang matang dan rutin mengevaluasi hasilnya. Jangan hanya mengandalkan satu sumber pendapatan pasif. Diversifikasi adalah kunci agar risiko tersebar dan penghasilan tetap stabil jika salah satu sumber mengalami kendala.
Kesimpulannya, menyiapkan passive income sejak dini adalah langkah cerdas untuk menghadapi realitas biaya hidup di masa pensiun. Tidak harus dimulai dengan jumlah besar, yang terpenting adalah konsistensi dan pemahaman akan pilihan investasi atau aset yang dibangun. Dengan begitu, kita bisa mewujudkan masa tua yang mandiri secara finansial dan tetap menikmati hidup tanpa beban berat.